Sabtu, 25 April 2015

Arti dari Sebuah Kehilangan


Rintik – rintik hujan khas kota Bogor turun secara perlahan dalam menyambut kedatangan kami, para peserta School For Nation Leader 1. Sesuai rundown acara, kami melakukan shalat maghrib berjamaah di musholla RS Dompet Dhuaffa, Parung, Bogor. Ada kejadian unik yang terjadi disini. Tepat setelah imam mengucapkan salam sebagai tanda berakhirnya shalat, kami pun berdzikir secara sendiri – sendiri. Setelah berdzikir, saya kembali berdiri hendak melakukan shalat sunnah rawatib. Sebelum saya memulai shalat, saya melihat disamping saya ada Handphone yang tercecer dari seorang anak muda yang memiliki warna almamater sama dengan punya saya. Saya hendak menegurnya, namun seorang bapak tua berpakaian baju berwarna putih segera memanggil anak muda tersebut dan mengambil handpone yang tercecer itu. Karena saya rasa anak muda tadi akan langsung menuju panggilan bapak tua tersebut dan mengambil handphonenya yang tercecer, maka saya langsung melakukan shalat sunnah rawatib.

Setelah shalat kami langsung menuju ruang aula untuk melaksanakan “makan malam pertama di acara SNL”. Perjalanan panjang menuju bogor membuat perut saya seakan berteriak kencang ketika menuju ruang aula. Namun tepat di depan pintu aula saya mendengar ada salah satu peserta yang berdiskusi dengan panitia bahwa ia kehilangan handphone ketika shalat tadi. Saya mendekat ke arah diskusi tersebut dan mendengar secara seksama. Di sela pembicaraan mereka saya memotong dengan menyebutkan apa yang saya alami diatas ketika hendak melakukan shalat sunnah rawatib. Ternyata handphone yang saya lihat ketika sehabis shalat maghrib tadi itu adalah handphonenya Arif, Mahasiswa Universitas Brawijaya. Ia tidak mendengar pangilan dari bapak tua tersebut, dan bapak tua itu juga tidak menghampirinya untuk mengembalikan handphonenya. Saya langsung segera menyebutkan ciri – ciri dari bapak tua tersebut. Sejurus kemudian, Arif langsung kembali ke musholla dan menanyakan keberadaan handphonenya ke satpam. Hasilnya? Alhamdulillah tidak ditemukan.

Awalnya saya fikir ia akan shock dengan kejadian itu, terlebih hal itu terjadi ketika acara belum resmi dimulai. Namun ternyata saya salah, ia justru terlihat tegar menerima kenyataan bahwa handphonenya raib diambil oleh orang lain. Menariknya, ada satu kalimat yang ia ucapkan terhadap kejadian yang menimpanya.

“Bapak itu mengambil barang orang lain
ketika baru saja bertemu dengan Allah (melaksanakan shalat),
Biar saja Allah yang membalasanya
Nanti handphone ku akan diganti oleh Allah juga toh
Bisa jadi asuz zenfone malah”

Kalimat diatas meluncur deras tanpa keraguan dari mulutnya seakan ia benar – benar tegar dengan hal itu. Walaupun wajahnya tidak keliatan tegar – tegar amat sih :D

9 Hari setelah kejadian itu di sebuah sudut kota lain, kota khatulistiwa, seorang pemuda baru saja pulang dari perjalanan panjangnya. Sambil mendengarkan musik yang dia putar melalui headsetnya, dia menunggu barang – barang dari bagasi pesawat yang ia tumpangi. Sejenak kemudian, dia mendapati barang bawannya dan langsung pulang menuju rumah. Sesampainya dirumah, ia mengeluarkan satu per satu barang yang ada di dalam tasnya. Ketika seluruh barang sudah keluar, ia tersadar bahwa gadgetnya tidak ditemukan. Ia mencoba meraba pakaian yang dikenakannya ternyata hasilnya sama, tidak ada. Kembali ia mengecek ulang seluruh barang yang ia keluarkan dari tas, tetap juga tidak ditemukan.

Dia menuju kedapur dan mengambil segelas air putih untuk menyegarkan kembali ingatan akan gadgetnya yang mendadak hilang dari dalam tas. Setelah sekian lama dia akhirnya tersadar bahwa penyebab hilangnya gadget tersebut adalah karena kecerobohannya. Gadget itu ia simpan di dalam tas yang ia masukkan ke bagasi pesawat. Ah, betapa cerobohnya dia yang sebenarnya mengetahui bahwa barang berharga tidak boleh dimasukkan kedalam bagasi pesawat. Dia sangat teledor meskipun ini bukan penerbangan pertamanya.

Awalnya dia tampak kesal, namun secara kilat pikirannya justru terbang mengingat kejadian yang menimpa kawannya, Arif, 9 hari yang lalu di kota Bogor. Kejadian yang sebenarnya sama persis dengan apa yang dialaminya hari ini. Hanya saja dengan skenario yang berbeda. Melihat kejadian itu dia tersadar bahwa tidak ada seharusnya yang perlu disesali, apalagi untuk hal yang bersifat duniawi.

Sebagai closing statement, janganlah terlalu lama terlarut dalam kesedihan akan kehilangan sesuatu yang bersifat duniawi meskipun itu merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi kita. Terpuruk dan jatuh lalu hanya berdiam diri tidak akan mengubah waktu ataupun kejadian yang telah terjadi. Namun bergerak, ikhlas, dan yakinlah bahwa semua itu adalah hal yang memang harus kita hadapi dan kita syukuri kemudian.

Yakinlah ketika kita kehilangan sesuatu, itu tandanya Allah sedang mempersiapkan sesuatu yang gantinya lebih baik dari sebelumnya. Karena pada dasarnya, musibah dan anugerah sama saja, sama – sama kehendak dari Allah. Dibalik sebuah musibah, terselip sebuah anugerah tentang cinta dari Allah agar kita lebih memaknai hakikat bersyukur.



Randa Reynaldi, Mahasiswa Universitas Tanjungpura Pontianak, School for Nation Leader 1















(Unair - Untan - ITS - UB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar