Rintik –
rintik hujan khas kota Bogor turun secara perlahan dalam menyambut kedatangan
kami, para peserta School For Nation Leader 1. Sesuai rundown acara, kami melakukan shalat maghrib berjamaah di musholla
RS Dompet Dhuaffa, Parung, Bogor. Ada kejadian unik yang terjadi disini. Tepat
setelah imam mengucapkan salam sebagai tanda berakhirnya shalat, kami pun
berdzikir secara sendiri – sendiri. Setelah berdzikir, saya kembali berdiri
hendak melakukan shalat sunnah rawatib. Sebelum saya memulai shalat, saya
melihat disamping saya ada Handphone yang tercecer dari seorang anak muda yang
memiliki warna almamater sama dengan punya saya. Saya hendak menegurnya, namun
seorang bapak tua berpakaian baju berwarna putih segera memanggil anak muda
tersebut dan mengambil handpone yang tercecer itu. Karena saya rasa anak muda
tadi akan langsung menuju panggilan bapak tua tersebut dan mengambil
handphonenya yang tercecer, maka saya langsung melakukan shalat sunnah rawatib.
Setelah shalat
kami langsung menuju ruang aula untuk melaksanakan “makan malam pertama di
acara SNL”. Perjalanan panjang menuju bogor membuat perut saya seakan berteriak
kencang ketika menuju ruang aula. Namun tepat di depan pintu aula saya
mendengar ada salah satu peserta yang berdiskusi dengan panitia bahwa ia
kehilangan handphone ketika shalat tadi. Saya mendekat ke arah diskusi tersebut
dan mendengar secara seksama. Di sela pembicaraan mereka saya memotong dengan
menyebutkan apa yang saya alami diatas ketika hendak melakukan shalat sunnah
rawatib. Ternyata handphone yang saya lihat ketika sehabis shalat maghrib tadi
itu adalah handphonenya Arif, Mahasiswa Universitas Brawijaya. Ia tidak
mendengar pangilan dari bapak tua tersebut, dan bapak tua itu juga tidak
menghampirinya untuk mengembalikan handphonenya. Saya langsung segera
menyebutkan ciri – ciri dari bapak tua tersebut. Sejurus kemudian, Arif
langsung kembali ke musholla dan menanyakan keberadaan handphonenya ke satpam.
Hasilnya? Alhamdulillah tidak ditemukan.
Awalnya saya
fikir ia akan shock dengan kejadian itu, terlebih hal itu terjadi ketika acara
belum resmi dimulai. Namun ternyata saya salah, ia justru terlihat tegar
menerima kenyataan bahwa handphonenya raib diambil oleh orang lain. Menariknya,
ada satu kalimat yang ia ucapkan terhadap kejadian yang menimpanya.
“Bapak itu mengambil
barang orang lain
ketika baru saja bertemu dengan Allah (melaksanakan shalat),
Biar saja Allah yang membalasanya
Nanti handphone ku akan diganti oleh Allah juga toh
Bisa jadi asuz zenfone malah”
ketika baru saja bertemu dengan Allah (melaksanakan shalat),
Biar saja Allah yang membalasanya
Nanti handphone ku akan diganti oleh Allah juga toh
Bisa jadi asuz zenfone malah”
Kalimat diatas
meluncur deras tanpa keraguan dari mulutnya seakan ia benar – benar tegar
dengan hal itu. Walaupun wajahnya tidak keliatan tegar – tegar amat sih :D
9 Hari setelah
kejadian itu di sebuah sudut kota lain, kota khatulistiwa, seorang pemuda baru
saja pulang dari perjalanan panjangnya. Sambil mendengarkan musik yang dia
putar melalui headsetnya, dia menunggu barang – barang dari bagasi pesawat yang
ia tumpangi. Sejenak kemudian, dia mendapati barang bawannya dan langsung
pulang menuju rumah. Sesampainya dirumah, ia mengeluarkan satu per satu barang
yang ada di dalam tasnya. Ketika seluruh barang sudah keluar, ia tersadar bahwa
gadgetnya tidak ditemukan. Ia mencoba meraba pakaian yang dikenakannya ternyata
hasilnya sama, tidak ada. Kembali ia mengecek ulang seluruh barang yang ia
keluarkan dari tas, tetap juga tidak ditemukan.
Dia menuju
kedapur dan mengambil segelas air putih untuk menyegarkan kembali ingatan akan
gadgetnya yang mendadak hilang dari dalam tas. Setelah sekian lama dia akhirnya
tersadar bahwa penyebab hilangnya gadget tersebut adalah karena kecerobohannya.
Gadget itu ia simpan di dalam tas yang ia masukkan ke bagasi pesawat. Ah,
betapa cerobohnya dia yang sebenarnya mengetahui bahwa barang berharga tidak
boleh dimasukkan kedalam bagasi pesawat. Dia sangat teledor meskipun ini bukan
penerbangan pertamanya.
Awalnya dia
tampak kesal, namun secara kilat pikirannya justru terbang mengingat kejadian
yang menimpa kawannya, Arif, 9 hari yang lalu di kota Bogor. Kejadian yang
sebenarnya sama persis dengan apa yang dialaminya hari ini. Hanya saja dengan
skenario yang berbeda. Melihat kejadian itu dia tersadar bahwa tidak ada
seharusnya yang perlu disesali, apalagi untuk hal yang bersifat duniawi.
Sebagai
closing statement, janganlah terlalu lama terlarut dalam kesedihan akan kehilangan
sesuatu yang bersifat duniawi meskipun itu merupakan sesuatu yang sangat
berharga bagi kita. Terpuruk dan jatuh lalu hanya berdiam diri tidak akan
mengubah waktu ataupun kejadian yang telah terjadi. Namun bergerak, ikhlas, dan
yakinlah bahwa semua itu adalah hal yang memang harus kita hadapi dan kita
syukuri kemudian.
Yakinlah
ketika kita kehilangan sesuatu, itu tandanya Allah sedang mempersiapkan sesuatu
yang gantinya lebih baik dari sebelumnya. Karena pada dasarnya, musibah dan
anugerah sama saja, sama – sama kehendak dari Allah. Dibalik sebuah musibah,
terselip sebuah anugerah tentang cinta dari Allah agar kita lebih memaknai
hakikat bersyukur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar