Seseorang berkata padaku
Bahwa hidup adalah pilihan
Sulitnya, bahwa yang membuat pilihan-pilihan itu adalah kita sendiri
Di masa lalu, kita berjuang mati-matian untuk mendapatkan pilihan-pilihan
Yang selanjutnya harus kita sisihkan di masa depan
Seseorang pula mengatakan sebuah rahasia kepadaku
Tentang waktu yang tepat untuk menyerah atas apa yang kita perjuangkan
Tentang kebolehan melepaskan apa yang seharusnya tidak dipertahankan
Yaitu ketika kita kehabisan alasan untuk berjuang
Lagi-lagi, seseorang itu memaksaku
Menjadi diri sendiri
Ah, bosan!
Sering aku mendengarnya, sering pula aku meragukannya
Bahwa menurutnya, dibenci karena menjadi diri sendiri bukanlah sebuah masalah
Setidaknya mereka memiliki alasan membeciku
Karena kepahitan dalam sebuah kebencian adalah ketika kita dibenci tanpa alasan
Suatu saat, aku yang memberinya serangkai kata
Merasa lebih pandai memaknai cinta
Bahwa perjuangan harus lahir dari cinta penuh warna yang juga membuat sekitarnya berwarna
Namun kurasa jalan pikiran cintanya sudah lebih jauh dari perjalanan menyusuri barat dan timur
Ia membalasku dengan sebuah kutipan cinta favoritnya
Cinta yang masih memiliki warna adalah ketimpangan
Dan terakhir, seseorang menghiburku, bukan untuk membuatku tertawa
Tetapi untuk mengajariku berpikir
Bahwa lingkaran itu sempurna, tetapi setidaknya hidup manusia bisa persegi
puisi ini ditulis oleh Siti Awaliyatul Fajriyah - UI 2012 (Dalam Majalah Edisi #1 Negarawan Muda)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar